Pemerintah Indonesia tengah menempuh berbagai langkah untuk berkontribusi terhadap pengentasan pemanasan global. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK). Menurut Perjanjian Paris 2015, upaya pengurangan emisi GRK ini disebut National Determined Contribution (NDC). NDC Indonesia yang terbaru menuntut adanya pengurangan emisi GRK secara sukarela sebesar 31,89% dari total emisi karbon pada tahun 2010 yang sebesar 1.334 MT. Pengurangan tersebut harus sudah dipenuhi sebelum tahun 2030. Apabila terdapat bantuan internasional, pemerintah Indonesia bersedia meningkatkan pengurangan emisi GRK-nya menjadi 43,20% sebelum tahun 2030. [1]
Indonesia sendiri menghasilkan emisi GRK sebesar 619.840 kt pada tahun 2019. [2] Angka ini menempatkan Indonesia di peringkat kesembilan sebagai negara penghasil GRK terbesar di dunia. [3] Sektor kehutanan dan alih fungsi lahan, termasuk kebakaran lahan gambut, serta sektor energi merupakan kontributor tertinggi atas besarnya emisi GRK Indonesia. [4]
Tingginya kontribusi sektor energi terhadap emisi GRK Indonesia tidak terlepas dari tingginya ketergantungan negara ini terhadap bahan bakar fosil. Berdasarkan laporan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), 68% suplai energi di Indonesia masih berupa bahan bakar fosil (batu bara dan minyak). Bahkan, dari tahun 2020 ke 2021, penggunaan batu bara mengalami peningkatan sebesar 0,87% dan minyak mentah mengalami peningkatan sebesar 5,3%. Peningkatan ini berasal dari proyek percepatan pembangunan pembangkit listrik di Indonesia yang menambah jumlah permintaan bahan bakar fosil. [5]
Sementara itu, penggunaan sumber energi terbarukan yang mampu membantu Indonesia mengurangi emisi GRK masih berada di nilai yang rendah, yaitu hanya 5% dari total suplai energi Indonesia. Nilai tersebut relatif mengalami stagnasi pada satu dekade terakhir. [6] Menurut Sachs dkk., rendahnya penggunaan energi terbarukan tersebut diakibatkan oleh pendanaan pembangunan proyek energi terbarukan yang tidak memadai. [7] Oleh karena itu, implementasi green finance atau keuangan hijau dapat mempercepat transisi ke energi terbarukan di Indonesia.