Ekonomi | Investasi dan Keuangan

Keuangan Hijau: Pendorong Transisi ke Energi Terbarukan

Mukti Tama / Amelia Pandu 29 Nov 2022. 5 min.

Pemerintah Indonesia tengah menempuh berbagai langkah untuk berkontribusi terhadap pengentasan pemanasan global. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK). Menurut Perjanjian Paris 2015, upaya pengurangan emisi GRK ini disebut National Determined Contribution (NDC). NDC Indonesia yang terbaru menuntut adanya pengurangan emisi GRK secara sukarela sebesar 31,89% dari total emisi karbon pada tahun 2010 yang sebesar 1.334 MT. Pengurangan tersebut harus sudah dipenuhi sebelum tahun 2030. Apabila terdapat bantuan internasional, pemerintah Indonesia bersedia meningkatkan pengurangan emisi GRK-nya menjadi 43,20% sebelum tahun 2030. [1]

Indonesia sendiri menghasilkan emisi GRK sebesar 619.840 kt pada tahun 2019. [2] Angka ini menempatkan Indonesia di peringkat kesembilan sebagai negara penghasil GRK terbesar di dunia. [3] Sektor kehutanan dan alih fungsi lahan, termasuk kebakaran lahan gambut, serta sektor energi merupakan kontributor tertinggi atas besarnya emisi GRK Indonesia. [4]

Tingginya kontribusi sektor energi terhadap emisi GRK Indonesia tidak terlepas dari tingginya ketergantungan negara ini terhadap bahan bakar fosil. Berdasarkan laporan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), 68% suplai energi di Indonesia masih berupa bahan bakar fosil (batu bara dan minyak). Bahkan, dari tahun 2020 ke 2021, penggunaan batu bara mengalami peningkatan sebesar 0,87% dan minyak mentah mengalami peningkatan sebesar 5,3%. Peningkatan ini berasal dari proyek percepatan pembangunan pembangkit listrik di Indonesia yang menambah jumlah permintaan bahan bakar fosil. [5]

Sementara itu, penggunaan sumber energi terbarukan yang mampu membantu Indonesia mengurangi emisi GRK masih berada di nilai yang rendah, yaitu hanya 5% dari total suplai energi Indonesia. Nilai tersebut relatif mengalami stagnasi pada satu dekade terakhir. [6]  Menurut Sachs dkk., rendahnya penggunaan energi terbarukan tersebut diakibatkan oleh pendanaan pembangunan proyek energi terbarukan yang tidak memadai. [7] Oleh karena itu, implementasi green finance atau keuangan hijau dapat mempercepat transisi ke energi terbarukan di Indonesia.

Keuangan Hijau untuk Energi Terbarukan

United Nations Environment Program (UNEP) mendefinisikan keuangan hijau sebagai upaya meningkatkan aliran dana (dari perbankan, kredit mikro, asuransi, dan investasi) yang berasal dari sektor publik, privat, dan organisasi nirlaba untuk proyek pembangunan berkelanjutan. [8] Singkat kata, keuangan hijau adalah aktivitas keuangan yang bertujuan untuk melestarikan lingkungan, termasuk untuk mengentaskan pemanasan global. Aktivitas dalam keuangan hijau meliputi obligasi hijau, bank hijau, ekuitas hijau, surat saham hijau, pendanaan hijau berbasis komunitas, instrumen pasar karbon, dan lain-lain. [9] 

Keuangan hijau memiliki peran penting untuk mendorong transisi ke energi terbarukan. Studi yang dilakukan Natural Resource Defence Council, Inc. menunjukkan bahwa perbankan hijau dan obligasi hijau memiliki peran penting dalam mendorong transisi ke energi terbarukan. Keunggulan yang ditawarkan oleh bank hijau mencakup perbaikan kondisi kredit bagi proyek energi terbarukan dan perluasan pasar yang muncul akibat gencarnya diseminasi atau penyebarluasan informasi mengenai manfaat energi terbarukan oleh bank hijau.

Tidak hanya itu, perbankan hijau juga mampu membuat produk finansial yang inovatif dan menghasilkan agregasi proyek-proyek energi terbarukan berskala kecil, sehingga berada dalam skala yang lebih menarik secara komersial. Sedangkan, obligasi hijau mampu menyediakan modal jangka panjang dengan harga terjangkau untuk mendanai ulang proyek yang sudah selesai pada tahapan konstruksi. [10]

Di China, keuangan hijau merupakan motor utama dalam perpindahan ke energi terbarukan. Sampai dengan tahun 2020, total uang yang beredar di keuangan hijau China sudah menyentuh angka RMB 13 triliun. Angka tersebut sudah termasuk total uang di kredit hijau yang senilai RMB 12 triliun dan total uang di obligasi hijau yang senilai RMB 870 miliar. Instrumen keuangan hijau lain, seperti ekuitas dan surat saham hijau, sedang berkembang secara perlahan dengan total uang sebesar RMB 42,2 miliar. Sektor energi terbarukan sendiri menerima 29% dari total uang yang ada di keuangan hijau. [11]

Pendanaan yang didapat dari keuangan hijau memiliki kontribusi positif terhadap percepatan pembangunan dan kualitas dari proyek energi terbarukan. Bahkan, tidak hanya dalam tahapan konstruksi, operasionalisasi sehari-hari pembangkit energi terbarukan yang sudah berdiri di China bagian timur dan tengah banyak mendapat pendanaan dari keuangan hijau. [12] Kontribusi positif ini tidak bersifat satu arah, dikarenakan pembangunan proyek energi terbarukan juga turut membesarkan pasar keuangan hijau. [13]

ESDM menyebutkan bahwa penerapan keuangan hijau untuk pembangunan proyek energi terbarukan di Indonesia sudah dilakukan melalui penerbitan obligasi hijau dan obligasi hijau syariah, serta kerja sama sektor pemerintah dan sektor swasta melalui platform SDG Indonesia One.

Keuangan Hijau untuk Transisi ke Energi Terbarukan di Indonesia

Saat ini, pemerintah Indonesia sedang menggalakkan penerapan keuangan hijau dikarenakan masih tertinggalnya Indonesia di sektor energi terbarukan. ESDM menyebutkan bahwa penerapan keuangan hijau untuk pembangunan proyek energi terbarukan di Indonesia sudah dilakukan melalui penerbitan obligasi hijau dan obligasi hijau syariah, serta kerja sama sektor pemerintah dan sektor swasta melalui platform SDG Indonesia One. [14]

Selain itu, pembangunan proyek energi terbarukan juga berasal dari dana yang diperoleh dan dikelola oleh Badan Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup (BPDLH). PLN, selaku penyedia layanan kelistrikan di Indonesia, telah mendapatkan pinjaman keuangan hijau dari Bank Dunia sebesar $500 juta. Pinjaman tersebut akan digunakan PLN untuk membantu memenuhi komitmen investasinya ke sektor energi terbarukan yang bernilai $500 miliar. [15]

Agar aktivitas keuangan hijau yang sudah dipaparkan di atas dapat lebih berkembang dan transisi ke energi terbarukan dapat berjalan lebih mulus, pemerintah Indonesia perlu menindaklanjuti beberapa kendala yang dihadapi sektor keuangan hijau. Organization of Economic Development (OECD) menyebutkan terdapat tiga kendala yang dihadapi keuangan hijau untuk pendanaan energi terbarukan di Indonesia.

Pertama, penyandang dana di Indonesia masih belum familier dengan proyek energi terbarukan dan tidak memiliki cukup informasi tentangnya. Kedua, terdapat anggapan populer bahwa energi terbarukan merupakan sektor berisiko tinggi. Anggapan ini muncul karena proyek energi terbarukan di Indonesia masih terlalu sedikit, sehingga rekam jejak yang ada tidak memadai untuk analisis risiko. Ketiga, instrumen finansial dan pendanaan yang ada di Indonesia masih belum memadai.

Salah satu dampak dari beberapa kendala tersebut adalah bank komersial di Indonesia hanya bersedia membiayai beberapa proyek panas bumi dan bioenergi saja, belum ada proyek energi surya dan angin yang dibiayai oleh bank komersial. [16]

Referensi

[1] Direktorat Pengendalian Perubahan Iklim. (2022). Enhanced nationally determined contribution republic of Indonesia. Retrieved from https://unfccc.int/sites/default/files/NDC/2022-09/23.09.2022_Enhanced%20NDC%20Indonesia.pdf

[2] World Bank. (2020). CO2 emissions (kt) - Indonesia. Retrieved from https://data.worldbank.org/indicator/EN.ATM.CO2E.KTend=2019&locations=ID&most_recent_year_desc=true&start=2010

[3] World Population Review. (2022). Greenhouse gas emissions by country 2022. Retrieved from https://worldpopulationreview.com/country-rankings/greenhouse-gas-emissions-by-country

[4] Ritchie, H. Roser, M. & Rosado, P. (2020). CO₂ and greenhouse gas emissions. Our World in Data. Retrieved from https://ourworldindata.org/co2-and-other-greenhouse-gas-emissions

[5] Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. (2021). Handbook of energy & economic statistics of Indonesia 2021 (Handbook ISSN 2538-3464) . Retrieved from https://www.esdm.go.id/assets/media/content/content-handbook-of energy-and-economic-statistics-of-indonesia-2021.pdf

[6] Climate Transparency. (2019). Brown to green: The G20 transitions towards a net-zero emission economy - Indonesia. Climate Transparency. Retrieved from https://www.climate-transparency.org/wp content/uploads/2019/11/B2G_2019_Indonesia.pdf

[7] Peimani, H. (2019). Financial barriers for development of renewable and green energy projects in Asia. In J. D. Sachs.,W. T. Woo., N. Yoshino., & F. Taghizadeh-Hesary (Eds.). . Handbook of green finance: Energy security and sustainable development. Singapore: Springer.

[8] UNEP. (n.d.). Green financing. UNEP. Retrieved from: https://www.unep.org/regions/asia-and-pacific/regional-initiatives/supporting-resource-efficiency/green-financing#:~:text=Green%20financing%20is%20to%20increase,sectors%20to%20sustainable%20development%20priorities.

[9] Sachs, J. Woo, W. Yoshino, N & Taghizadeh-Hesary, F. (2019). Importance of Green Finance for Achieving Sustainable Development Goals and Energy Security. In: J. D. Sachs., W. T. Woo., N. Yoshino., & F. Taghizadeh-Hesary (Eds.). Handbook of green finance: Energy security and sustainable development. Singapore: Springer.

[10] NRDC. (2016). Clean energy finance outlook: Opportunities for green banks and green bonds in

Chile. New York: Natural Resource Defence Council, Inc. Retrieved from https://www.nrdc.org/sites/default/files/clean-energy-finance-outlook-ib.pdf

[11] CICC Research., & CICC Global Institute. (2022). Guidebook to carbon neutrality in China. Singapore: Springer.

[12] Li, M., Hamawandy, N. M., Wahid, F., Rjoub, H., & Bao, Z. (2022). Renewable energy resources investment and green finance: Evidence from China. Resources Policy, 74. doi: 10.1016/j.resourpol.2021.102402

[13] Zheng, M. Du, Q. & Wang, Q. (2022). Nexus between green finance and renewable energy development in China. Emerging Markets Finance and Trade. doi: 10.1080/1540496X.2022.2119811

[14] Direktorat Pengendalian Perubahan Iklim. (2022). Enhanced nationally determined contribution republic of Indonesia. Retrieved from https://unfccc.int/sites/default/files/NDC/2022-09/23.09.2022_Enhanced%20NDC%20Indonesia.pdf

[15] Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan. (2020). Optimalisasi BPDLH untuk energi terbarukan di sektor ketenagalistrikan. Jakarta: Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan. Retrieved from https://fiskal.kemenkeu.go.id/files/berita-kajian/file/kajian%20BPDLH.pdf

[16] OECD. (2021). Green finance and investment clean energy finance and investment policy review of Indonesia. Paris: OECD Publishing. Retrieved from: https://www.google.co.id/books/edition/Green_Finance_and_Investment_Clean_Energ/r2E1EAAAQBAJ?hl=en&gbpv=1

Keuangan HijauPemanasan GlobalEnergi Terbarukan

Bagikan artikel ini:

← Kembali ke semua artikel

Artikel Terbaru