Teknologi | Metaverse

Teknologi Masa Depan: Memahami Konsep Desentralisasi dalam Metaverse

Nabil Fiady / Amelinda Pandu 27 Okt 2022. 5 min.

Di era Web 3.0, metaverse merupakan kata kunci yang meresap ke seluruh sektor digital kontemporer, seperti fintech, blockchain, cryptocurrency, hingga NFT. Salah satu karakteristik utama dari metaverse adalah memiliki sifat yang  terdesentralisasi. Hal ini berusaha diwujudkan dengan menciptakan pengalaman pengguna yang lebih baik atas keamanan, transparansi, dan kontrol atas identitas digital.

Pada praktiknya, desentralisasi berbentuk rangkaian unik yang menghubungkan berbagai blok dan hampir tidak mungkin untuk dipecahkan. Pengguna pun dapat memilih tempat untuk menyimpan data pribadi mereka agar terhindar dari sindikat kejahatan siber.[1] Dengan demikian, pengguna dapat lebih aman dan nyaman, serta mempercepat kemungkinan terciptanya ekonomi baru dari adanya desentralisasi ini. 

Metaverse Meniadakan Kontrol Monolitik oleh Entitas Tunggal di Dunia Digital

Jaringan metaverse yang terdesentralisasi membuktikan tidak adanya lagi entitas tunggal yang memiliki kontrol monolitik di dunia digital. Pasalnya di era Web 2.0, platform digital raksasa seperti Facebook dan Amazon menyimpan data pengguna pada sistem yang terpusat. Secara tidak langsung, mereka adalah kombinasi dari penyedia teknologi, pembuat keputusan, dan pengelola data. Oleh karena itu, sistem yang tersentralisasi seringkali merugikan pengguna dikarenakan penggunaan identitas digital tanpa izin untuk kepentingan komersial (ekonomi) hingga politik.[2] Bahkan beberapa tahun terakhir, perusahaan teknologi kerap mendapatkan kritik atas buruknya kinerja mereka dalam mengatasi keamanan data pribadi pengguna dikarenakan penggunaan sistem terpusat.

Akan tetapi, dengan menjamurnya identitas digital pengguna di jantung metaverse yang didukung oleh besarnya jumlah data online  membuat adanya kekhawatiran atas keamanan data, privasi, dan interoperabilitas. Banyak pihak beranggapan bahwa pengembangan Web 3.0, khususnya metaverse, masih sangat lambat dan kekurangan infrastruktur yang dapat dioperasikan, sehingga ditakutkan tidak dapat digunakan dalam skala besar.

Maka dari itu, perlu dipastikan bahwa pengguna metaverse dapat berinteraksi dengan aset terenkripsi apapun tanpa perlu mengetahui rantai tempat mereka berada. Infrastruktur metaverse di masa depan juga harus mempertimbangkan dengan baik terkait perlindungan identitas pengguna dan privasi data, di kala memungkinkan mereka untuk memenuhi tuntutan dunia digital.[3] Selain itu, pengguna juga perlu memastikan bahwa identitas digital mereka dalam metaverse dapat terhubung dan terdesentralisasi dengan baik, agar data mereka dapat terbebas dari dominasi monopolistik sebagaimana yang terjadi pada era Web 2.0.

Jaringan metaverse yang terdesentralisasi membuktikan tidak adanya lagi entitas tunggal yang memiliki kontrol monolitik di dunia digital. Pasalnya di era Web 2.0, platform digital raksasa dengan sistem yang tersentralisasi seringkali merugikan pengguna dikarenakan penggunaan identitas digital tanpa izin untuk kepentingan komersial (ekonomi) hingga politik.

Peran Serta Decentralized Autonomous Organization (DAO) dalam Desentralisasi Metaverse

Sampai saat ini, beberapa pengembang Web 3.0 berusaha untuk menempatkan pengguna sebagai pemilik identitas digital sejati. Operasional korporasi pun akan dijalankan oleh grup terdesentralisasi yang dikenal sebagai Decentralized Autonomous Organization (DAO). Grup ini memastikan tidak adanya data yang terpusat pada server tertentu dan tidak ada pengoperasian data oleh individu atau perusahaan.

Secara teknis, DAO ditujukan untuk mengkodekan aturan operasional organisasi ke dalam program komputer guna menjaga transparansi dan menghindari kebutuhan akan perantara yang terpusat. Di sisi lain, hadirnya DAO juga dapat merampingkan proses administrasi, yaitu dengan mengubah aturan hukum menjadi klausul smart contract. Oleh karena itu, metaverse dapat mengizinkan pengguna untuk mendaftar secara mandiri, meningkatkan efisiensi, dan menghilangkan alur prosedural birokrasi.[4]

Pada pelaksanaannya, DAO terus memastikan bahwa pengguna tidak akan kehilangan identitas digital mereka. Hal ini diupayakan melalui penegasan agar para perusahaan teknologi tidak mempertaruhkan privasi pengguna dan tidak mengandalkan perantara. Oleh karena itu, tidak ada satu entitas pun yang dapat secara bebas menggunakan data pengguna di atas platform metaverse.

Selain itu, tidak ada lagi identitas digital yang tersimpan di peladen privat milik perusahaan, sehingga pengguna dapat berselancar di dunia internet dengan aman dan nyaman tanpa khawatir dilacak oleh pihak ketiga. Alhasil, secara tidak langsung DAO turut berperan signifikan dalam melahirkan Decentralized Autonomous Society (DAS) atau sebuah aggregator kooperatif yang dioperasikan dari berbagai organisasi bersifat terdesentralisasi dan otonom.

Referensi

[1]  Dagnoni, R. (2022, February 23). Web3: Decentralization, property and metaverse. Bloombergliena.com. https://www.bloomberglinea.com/2022/02/23/web3-decentralization-property-and-metaverse/ 

[2]  Wu, G. (2021, November 30). Why a decentralized metaverse is Web 3.0’s new frontier. forkast.news. https://forkast.news/why-decentralized-metaverse-is-web3-new-frontier/ 

[3]  Ibid.

[4]  Grasso, A. (2022, March 28). Our future: A decentralized autonomous society, fueled by the metaverse. Deltalogix. Retrieved from https://deltalogix.blog/en/2022/03/28/our-future-a-decentralized-autonomous-society-fueled-by-the-metaverse/ 

MetaverseWeb 3.0DAODesentralisasi

Bagikan artikel ini:

← Kembali ke semua artikel

Artikel Terbaru