Di era Web 3.0, metaverse merupakan kata kunci yang meresap ke seluruh sektor digital kontemporer, seperti fintech, blockchain, cryptocurrency, hingga NFT. Salah satu karakteristik utama dari metaverse adalah memiliki sifat yang terdesentralisasi. Hal ini berusaha diwujudkan dengan menciptakan pengalaman pengguna yang lebih baik atas keamanan, transparansi, dan kontrol atas identitas digital.
Pada praktiknya, desentralisasi berbentuk rangkaian unik yang menghubungkan berbagai blok dan hampir tidak mungkin untuk dipecahkan. Pengguna pun dapat memilih tempat untuk menyimpan data pribadi mereka agar terhindar dari sindikat kejahatan siber.[1] Dengan demikian, pengguna dapat lebih aman dan nyaman, serta mempercepat kemungkinan terciptanya ekonomi baru dari adanya desentralisasi ini.
Metaverse Meniadakan Kontrol Monolitik oleh Entitas Tunggal di Dunia Digital
Jaringan metaverse yang terdesentralisasi membuktikan tidak adanya lagi entitas tunggal yang memiliki kontrol monolitik di dunia digital. Pasalnya di era Web 2.0, platform digital raksasa seperti Facebook dan Amazon menyimpan data pengguna pada sistem yang terpusat. Secara tidak langsung, mereka adalah kombinasi dari penyedia teknologi, pembuat keputusan, dan pengelola data. Oleh karena itu, sistem yang tersentralisasi seringkali merugikan pengguna dikarenakan penggunaan identitas digital tanpa izin untuk kepentingan komersial (ekonomi) hingga politik.[2] Bahkan beberapa tahun terakhir, perusahaan teknologi kerap mendapatkan kritik atas buruknya kinerja mereka dalam mengatasi keamanan data pribadi pengguna dikarenakan penggunaan sistem terpusat.
Akan tetapi, dengan menjamurnya identitas digital pengguna di jantung metaverse yang didukung oleh besarnya jumlah data online membuat adanya kekhawatiran atas keamanan data, privasi, dan interoperabilitas. Banyak pihak beranggapan bahwa pengembangan Web 3.0, khususnya metaverse, masih sangat lambat dan kekurangan infrastruktur yang dapat dioperasikan, sehingga ditakutkan tidak dapat digunakan dalam skala besar.
Maka dari itu, perlu dipastikan bahwa pengguna metaverse dapat berinteraksi dengan aset terenkripsi apapun tanpa perlu mengetahui rantai tempat mereka berada. Infrastruktur metaverse di masa depan juga harus mempertimbangkan dengan baik terkait perlindungan identitas pengguna dan privasi data, di kala memungkinkan mereka untuk memenuhi tuntutan dunia digital.[3] Selain itu, pengguna juga perlu memastikan bahwa identitas digital mereka dalam metaverse dapat terhubung dan terdesentralisasi dengan baik, agar data mereka dapat terbebas dari dominasi monopolistik sebagaimana yang terjadi pada era Web 2.0.