Ekonomi | UMKM

Urgensi Kolaborasi dalam Sektor E-Farming untuk Akselerasi Pertanian Digital

Nabil Fiady / Bolbi Nasution 7 Okt 2022. 6 min.

Program E-Farming Bank Indonesia di tengah Gencarnya Startup Agritech

Pembatasan pergerakan saat pandemi COVID-19 membuat masyarakat semakin terbiasa untuk berbelanja secara daring menggunakan platform perdagangan elektronik. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Bank Indonesia, transaksi perdagangan elektronik pada tahun 2021 mencapai Rp401 triliun dan diperkirakan naik 31% menjadi Rp 526 triliun pada tahun 2022.[1] Postur pertumbuhan ekonomi ini turut mempengaruhi jumlah UMKM yang terdaftar dan bertransaksi pada e-commerce.

Hingga saat ini, Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) mencatat ada sekitar 19 juta UMKM yang terdaftar sebagai pelaku perdagangan elektronik. Fenomena ini menunjukkan semakin dekatnya target pemerintah yang mengharapkan terdapat 30 juta UMKM beralih ke platform digital pada tahun 2024.[2] Peluang besar ini mendorong Bank Indonesia untuk mengembangkan program akselerasi digitalisasi UMKM.[3] Salah satu program dalam digitalisasi UMKM Bank Indonesia adalah e-Farming, yaitu pemanfaatan teknologi digital pada pertanian guna meningkatkan kapasitas produksi dan efisiensi biaya (hulu) dan perluasan pasar (hilir).

Selain itu, program e-Farming juga dimaksudkan sebagai bentuk inovasi untuk mendukung agroindustri yang berkelanjutan. Program ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas pangan dengan mengedepankan penggunaan mekanisasi pertanian dalam sistem budidaya, panen, maupun pasca panen, sehingga hasil produksi lebih optimal dan efisien.[4]

Agar program e-farming berjalan lebih optimal, maka Bank Indonesia dapat berkolaborasi dan bersinergi dengan berbagai startup agritech yang telah terdapat di Indonesia, seperti TaniHub, Sayurbox, Kedai Sayur, iGrow, Habibi Garden, Etanee, dan lain-lain.

Startup agritech umumnya terbagi menjadi empat sektor kategori, yaitu kategori pembiayaan, kategori e-commerce, kategori pendidikan dan bimbingan, serta kategori perkembangan teknologi. Hingga saat ini, kontribusi yang dihasilkan mampu merevolusi sektor pertanian secara signifikan, terutama perihal penggunaan teknologi untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi, kualitas, profitabilitas, dan aspek berkelanjutan yang tidak kalah penting.[5]

Perkembangan startup agritech didukung penuh oleh Kementerian Pertanian. Berdasarkan laporan Indonesia Agritech Report 2020 dari lembaga riset Compass List, terdapat beragam problematika dalam sektor pertanian di negeri ini, seperti keberadaan petani yang rentan karena rantai pasokan tidak efisien, akses terbatas ke pembiayaan yang adil, ketertinggalan di bidang pendidikan dan kurangnya bimbingan, serta kurangnya teknologi baru.

Untuk mengatasi problematika tersebut, Kementerian Pertanian menargetkan persentase implementasi inovasi dan teknologi pertanian sebesar 70% pada tahun 2021 dan 2022, serta 75% pada tahun 2023 dan 2024. Dengan demikian, peran startup agritech cukup strategis mengingat ketahanan pangan bukan lagi harga yang bisa ditawar, dan diharapkan dapat menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan produksi dan produktivitas komoditas pertanian.[6]

Startup agritech umumnya terbagi menjadi empat sektor kategori, yaitu kategori pembiayaan, kategori e-commerce, kategori pendidikan dan bimbingan, serta kategori perkembangan teknologi. Kontribusi yang dihasilkan mampu merevolusi sektor pertanian secara signifikan, terutama dalam penggunaan teknologi untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi, kualitas, profitabilitas, dan aspek berkelanjutan yang tidak kalah penting.

Peluang Kolaborasi Bank Indonesia dan Startup Agritech dalam Optimalisasi E-Farming

Berdasarkan paparan sebelumnya, dapat disadari jika  kolaborasi antara Bank Indonesia dengan startup agritech menjadi suatu alternatif untuk mengoptimalkan program e-Farming. Kolaborasi ini diharapkan menjadi solusi untuk memecahkan masalah utama di sektor pertanian, khususnya bagi para petani.[7] Maka dari itu, terdapat empat peluang yang dapat dihasilkan dari kolaborasi antar kedua belah pihak, yaitu:

  1. Akses ke Pasar
    Mendapatkan akses ke pasar menjadi tantangan terbesar bagi petani Indonesia dikarenakan ketidakmampuan mereka untuk melakukan pemasaran secara langsung ke konsumen. Oleh karena itu, petani dapat berkolaborasi menggunakan jaringan milik Bank Indonesia maupun startup agritech agar manajemen rantai pasok mereka dapat berjalan dengan baik.
    Upaya ini diharapkan dapat memudahkan petani untuk mendistribusikan hasil produksi kepada konsumen melalui aplikasi smartphone. Selain itu, petani pun terbantu untuk mendapatkan lebih banyak pendapatan dan dapat menurunkan harga bagi konsumen akhir. 
  2. Akses ke Permodalan
    Terkadang petani menghadapi masa sulit ketika mencoba mendapatkan akses permodalan. Kolaborasi Bank Indonesia dan startup agritech menawarkan pinjaman biaya untuk modal petani dengan suku bunga rendah dan proses administrasi yang mudah. Selain itu, metode pengembalian pinjaman diharapkan dapat lebih leluasa dikarenakan sektor pertanian cenderung memperoleh keuntungan secara musiman, sehingga pembayaran bulanan dinilai kurang sesuai dengan petani.
  3. Akses ke Teknologi
    Dalam hal ini, kolaborasi Bank Indonesia dan startup agritech dapat membantu petani memiliki dan menggunakan teknologi digital terbarukan. Langkah ini perlu dilakukan secara rutin dan kontinu agar kemajuan teknologi dapat mengotomatisasi dan menstandarisasi praktik pertanian dalam beberapa waktu mendatang.
  4. Akses ke Pendidikan
    Agar petani memiliki kompetensi mumpuni perihal pemasaran produk dan penggunaan teknologi digital, maka kolaborasi Bank Indonesia dan startup agritech dapat mengadakan program pendidikan dan pelatihan kepada para petani di berbagai wilayah. Diharapkan para petani dapat memasarkan produknya di e-commerce dan mengotomatisasi proses pertanian dengan teknologi mumpuni di masa mendatang.

Referensi

[1]  Herman. (2022, April 19). BI proyeksikan transaksi e-commerce naik 31,1% jadi Rp 526 triliun. Berita Satu. Retrieved from https://www.beritasatu.com/ekonomi/917953/bi-proyeksikan-transaksi-ecommerce-naik-311-jadi-rp-526-triliun

[2] Setyowati, D. (2022, April 05). 19 juta UMKM Indonesia beralih ke digital, makin mendekati target. Kata Data. Retrieved from https://katadata.co.id/desysetyowati/digital/624bbb91d24d0/19-juta-umkm-indonesia-beralih-ke-digital-makin-mendekati-target 

[3] Departemen Komunikasi Bank Indonesia. (2022, May 31). Go digital strategi memperkuat UMKM. Bank Indonesia. Retrieved from https://www.bi.go.id/id/publikasi/ruang-media/cerita-bi/Pages/Go-Digital-Strategi-Memperkuat-UMKM.aspx 

[4] Departemen Komunikasi Bank Indonesia. (2022, September 03). Sinergi Bank Indonesia dan TPID Solo Raya perkuat inovasi pertanian untuk atasi inflasi pangan. Bank Indonesia. Retrieved from https://www.bi.go.id/id/publikasi/ruang-media/news-release/Pages/sp_2423822.aspx 

[5]  Mahardika, R. B. (2022, September 21). Saatnya mengimplementasikan agriTech di Indonesia. Forbil Institute. Retrieved from. https://forbil.id/kebijakan/saatnya-mengimplementasikan-agritech-di-indonesia/reza-bangun-mahardika/ 

[6]  Isna, T. D. (2021, September 23). Geliat startup agritech menyokong pertanian Indonesia. Fortune Indonesia. Retrieved from https://www.fortuneidn.com/tech/tanayastri/geliat-startup-agritech-menyokong-pertanian-indonesia 

[7]  Xendit. (2022, October 14). How agritech startups are rejuvenating Indonesia’s agriculture sector. Xendit. Retrieved from https://www.xendit.co/en-id/blog/how-agritech-startups-are-rejuvenating-indonesias-agriculture-sector/ 

E-FarmingBank IndonesiaDigitalisasi UMKMStartup Agritech

Bagikan artikel ini:

← Kembali ke semua artikel

Artikel Terbaru