Lebih dari 1 miliar penduduk di dunia adalah Penyandang Disabilitas (PD), sekitar 15% dari total populasi manusia. Oleh karena itu, PD merupakan kelompok minoritas terbesar di dunia. Dari jumlah keseluruhan PD, 130 juta merupakan individu berusia di atas 15 tahun sehingga memerlukan pelayanan kesehatan yang jauh lebih komprehensif agar memiliki kehidupan yang sejahtera.
World Health Organization menyebutkan bahwa aktivitas sehari-hari PD memiliki empat jenis hambatan yaitu hambatan sikap, hambatan fisik, hambatan komunikasi, dan hambatan finansial.[1] Transformasi digital di masyarakat mampu meringankan empat hambatan tersebut sehingga mampu membantu PD agar memiliki kehidupan yang lebih baik.
Pelayanan Kesehatan Digital bagi Penyandang Disabilitas
Mobilitas merupakan salah satu masalah utama bagi PD dalam menerima pelayanan kesehatan yang berkaitan dengan kondisi tubuhnya. Keberadaan pelayanan kesehatan digital mampu memenuhi kebutuhan tersebut tanpa adanya kehadiran fisik PD di pusat-pusat kesehatan yang sering kali jauh dari tempat tinggalnya dan fasilitas transportasi yang ada tidak mengakomodasi kondisi tubuhnya.[2]
Salah satu contohnya dapat dilihat dalam layanan Tele-Ophthalmology di Texas bagi penyandang penglihatan rendah yakni orang yang gangguan penglihatannya sudah tidak bisa diperbaiki dengan kacamata, lensa kontak, maupun operasi. Tele-Ophthalmology dilakukan dengan konferensi video antara pasien dan dokter. Konferensi video tersebut menggunakan kamera khusus yang mampu membantu dokter melihat permasalahan-permasalahan mata pasien dari jarak jauh seperti menunjukkan kondisi saraf mata, makula, dan retina. Dari citra yang diberikan kamera tersebut, dokter mampu mendiagnosis seberapa kuat sisa kemampuan penglihatan pasien dan memutuskan intervensi apabila diperlukan.[3]
Selain bagi penyandang penglihatan rendah, teknologi digital juga mampu membantu penyandang spina bifida (SB) yakni orang yang pertumbuhan sumsum tulang belakangnya berhenti ketika bayi sehingga berdampak kepada kelumpuhan di bagian punggung ke bawah dan gangguan kognitif. Meade dan Maslowski mengembangkan sebuah gim berbasis telepon pintar yang mampu meningkatkan kemampuan manajemen diri penyandang SB seperti memberi tahu tanda-tanda yang dikeluarkan tubuh ketika sudah saatnya buang air kecil dan besar.[4]