Pemerintahan | Inisiatif dan Pembangunan

Tiga Hal Yang Harus Disiapkan untuk Menerapkan Rekam Kesehatan Elektronik di Indonesia

Mukti Tama P. / Amelinda Pandu 30 Agu 2022. 8 min.

Dunia pelayanan kesehatan tengah mengalami transformasi digital. Salah satunya yaitu penerapan Electronic Health Record atau dikenal dengan Rekam Kesehatan Elektronik (RKE). RKE adalah kumpulan catatan medis elektronik yang berasal dari Rekam Medis Elektronik (RME) milik setiap organisasi kesehatan yang dinaungi RKE.

Sementara, RME merupakan catatan medis elektronik milik individu (e.g. riwayat penyakit dan keluhan, jenis perawatan maupun pengobatan yang sudah dan sedang diambil, dan hasil laboratorium) yang dibuat, dikumpulkan, dikelola, dan dikonsultasikan oleh dokter maupun petugas pelayanan kesehatan berotoritas dalam satu organisasi kesehatan tertentu (e.g. rumah sakit, klinik, dan Puskesmas).[1]

Dikarenakan memiliki kemampuan untuk mengintegrasikan data dari berbagai organisasi kesehatan, RKE memungkinkan seorang individu terdaftar untuk memiliki catatan kesehatan seumur hidup. Keberlanjutannya tidak akan terganggu meskipun individu terkait sudah lama tidak menerima pelayanan kesehatan ataupun menerima pelayanan kesehatan dari banyak tempat. Agar rekaman kesehatan longitudinal dari RKE ini dapat terwujud, setiap RME yang dimiliki organisasi kesehatan wajib memenuhi aspek interoperabilitas. Aspek interoperabilitas merupakan kemampuan organisasi kesehatan untuk melakukan pertukaran data elektronik kesehatan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

Keberadaan aspek interoperabilitas menjadikan RKE mampu memfasilitasi sistem kesehatan di Indonesia yang menggunakan sistem rujukan. RKE menjadikan sistem rujukan lebih efisien dan efektif dalam melakukan komunikasi intensif di antara fasilitas kesehatan—mengingat sistem kesehatan Indonesia yang masih mengandalkan kertas [2], hal ini menyebabkan birokrasi pelayanan kesehatan cenderung memakan banyak waktu agar dapat menghasilkan luaran (output).[3]

Oleh karena itu, pemerintah Indonesia menyadari manfaat penggunaan RKE dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 tahun 2022 pada 9 September 2022 lalu. Peraturan ini mewajibkan seluruh fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) di Indonesia untuk memiliki RME, dengan pemberian tenggat waktu transisi bagi setiap fasyankes sampai dengan tanggal 31 Desember 2023.[4] Kewajiban ini merupakan langkah awal bagi pemerintah untuk memiliki RKE skala nasional yang akan diberi nama SATUSEHAT.[5]

Agar SATUSEHAT dapat beroperasi secara efektif dan efisien, terdapat tiga aspek RKE yang harus dipastikan berada dalam kualitas terbaik, yaitu sumber daya manusia (SDM), aksesibilitas, dan keamanan. Tiga aspek ini merupakan hasil rangkuman atas studi-studi yang menyebutkan beberapa tantangan dari penerapan RKE di negara-negara berkembang yang sudah terlebih dahulu menerapkan RKE selain Indonesia. Bagian berikutnya akan mengelaborasi lebih detail dari ketiga aspek tersebut.

Sumber Daya Manusia

Tanpa adanya SDM yang kompeten, RKE tidak akan memberikan dampak positif yang signifikan bagi pelayanan kesehatan di Indonesia. Di Kamerun, salah satu negara di Afrika, keberadaan RKE semakin menegaskan permasalahan alur kerja yang berantakan di fasyankes tingkat pertama pada negara tersebut. Petugas pelayanan kesehatan maupun pasien kerap melakukan prosedur pelayanan kesehatan secara tidak utuh, baik sebelum dan sesudah RKE diterapkan.6 Hal yang sama juga dapat terjadi di Indonesia dengan lazimnya koordinasi yang lemah baik di intra-organisasi maupun antar-organisasi kesehatan.[7]

Salah satu contoh lemahnya sistem rujukan di institusional dapat dilihat dari kasus di Kota Depok. Berdasarkan audit yang dilakukan Nurrizka dan Setiawati, petugas pelayanan kesehatan kerap tidak mengisi kolom-kolom pada formulir rujukan ke fasilitas kesehatan tingkat lanjut secara utuh. Kolom tersebut berisi informasi mengenai jenis layanan yang dibutuhkan pasien di faskes rujukan, diagnosa, alasan rujukan, tanggal rujukan, instruksi bagaimana menjangkau faskes rujukan, anamnesa, pemeriksaan fisik, dan terapi yang telah diberikan.[8] Padahal, informasi-informasi tersebut dapat mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan di fasyankes tingkat berikutnya. 

Permasalahan tersebut menunjukkan bahwa pemerintah dan pengelola organisasi kesehatan perlu mengoptimalisasi proses kerja berbasis kertas terlebih dahulu sebelum beralih ke RKE. Proses tersebut diiringi dengan persiapan infrastruktur teknologi RME dan RKE yang masih terus dikembangkan. Seluruh petugas pelayanan kesehatan perlu dipastikan mengikuti secara baik seluruh prosedur dan standar kerja yang sudah dibuat. Oleh karena itu, pengawasan dan evaluasi menjadi penting untuk mengiringi proses optimalisasi ini. 

Selanjutnya, edukasi dan pelatihan bagi seluruh petugas pelayanan kesehatan juga menjadi bagian esensial dari persiapan SDM. Salah satunya adalah pemberitahuan mengenai konsekuensi dan jenis tanggung jawab kerja yang berubah apabila rekaman medis beralih menjadi elektronik (e.g. pemberian resep obat oleh dokter tidak lagi ditulis di atas kertas, melainkan dilakukan secara elektronik). Konsekuensi yang didapatkan adalah lebih menghemat waktu, namun terdapat beberapa protokol keamanan TI yang harus dilakukan.[9].

Kemudian, petugas pelayanan kesehatan akan dipaparkan dengan alur kerja sekaligus cara penggunaan RKE. Simulasi penggunaan RKE juga harus menjadi materi yang disampaikan saat pelatihan. Petugas pelayanan  kesehatan tidak boleh hanya melihat pemaparan cara menggunakan RKE saja. 

Diperlukan edukasi dan pelatihan bagi seluruh petugas pelayanan kesehatan juga menjadi bagian esensial dari persiapan SDM. Salah satunya adalah pemberitahuan mengenai konsekuensi dan jenis tanggung jawab kerja yang berubah apabila rekaman medis beralih menjadi elektronik.

Aksesibilitas

Studi terdahulu menyebutkan bahwa RKE yang sulit digunakan oleh petugas pelayanan kesehatan yang awam dengan TI menjadikan mereka kesulitan terhadap penerapan RKE. Di India, petugas pelayanan kesehatan enggan menggunakan RKE secara konsisten karena RKE kerap mengalami kesalahan teknis, seperti perangkat lunak yang melambat dan fitur-fitur yang tiba-tiba menghilang.[10]

Sedangkan di Kenya, proses sign in yang rumit akibat prosedur keamanan yang kompleks, keharusan untuk melakukan pelaporan dengan unit laporan yang terlalu banyak, dan keberadaan proses back-up yang memakan waktu menyebabkan petugas pelayanan kesehatan mengalami kesulitan untuk bekerja secara efektif di tengah keterbatasan waktu.[11] Sementara di Indonesia, studi yang dilakukan Saragih dkk. menunjukkan bahwa kemudahan penggunaan RME di rumah sakit swasta berkorelasi positif dengan tingkat penerimaan petugas pelayanan kesehatan atas teknologi tersebut.[12]

Berangkat dari permasalahan tersebut, pemerintah harus memastikan bahwa RKE yang akan diterapkan memiliki antarmuka yang ramah bagi pengguna (user-friendly). Pengembangan end-user engagement ini salah satunya bisa dicapai dengan penginformasian dari hasil evaluasi simulasi penggunaan RKE yang sudah disebutkan di bagian sebelumnya. Tidak hanya itu, pemerintah juga perlu mengaudit prosedur-prosedur dalam penggunaan RKE, dengan adanya penentuan prosedur mana yang wajib ada dan mana yang sekiranya bisa dihilangkan.

Terakhir, pemerintah dapat membatasi operasionalisasi RKE hanya dalam satu jaringan internet dan menggunakan kredensial biometrik (e.g. sidik jari dan retina mata) sebagai pengganti kata sandi. Proses ini dapat memudahkan dan mempercepat proses sign in bagi petugas pelayanan kesehatan, namun di sisi lain tidak mengobarkan aspek keamanan. 

Keamanan

RKE mengandung informasi-informasi kesehatan individu yang luar biasa sensitif dan privat. Hal ini kerap mengundang kelompok kriminal untuk membobolnya. Pada tahun 2020 silam, RKE milik Brazil dibobol dan peristiwa ini menjadi salah satu insiden pembobolan data terbesar dalam sejarah Brazil. Sebanyak 243 juta data rekam medis dicuri oleh para peretas.[13]

Di Indonesia, 279 juta data pengguna BPJS dibobol dan dijual di forum peretas pada tahun 2021 silam.[14] Apabila tidak ada persiapan infrastruktur keamanan siber yang memadai, bukan tidak mungkin hal tersebut bisa menimpa SATUSEHAT, RKE nasional di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah perlu memperhatikan aspek keamanan dari RKE yang akan diterapkan, salah satunya dengan mengacu pada standar perlindungan data yang dibuat Uni Eropa yaitu General Data Protection Regulation (GDPR).

Agar manfaat yang diberikan RKE lebih optimal bagi masyarakat, pemerintah perlu mempersiapkan dengan baik tiga aspek yang sudah disebutkan di atas. Petugas pelayanan kesehatan perlu dipastikan bersedia dan cakap untuk bekerja dalam sistem kesehatan yang baru. Kemudian, pemerintah perlu memastikan bahwa RKE yang akan diterapkan merupakan sistem yang ramah terhadap pengguna. Terakhir, infrastruktur keamanan yang menunjang RKE harus dipastikan memadai. 

Referensi

[1] Gogia, S. (2020). Fundamentals of telehealth and telemedicine. London: Academic Press.

[2] Ministry of Health of the Republic of Indonesia. (2021). Blueprint of digital health transformation strategy 2024. Jakarta: Ministry of Health of the Republic of Indonesia.

[3] Hilali, I. (2018). Health and care: Digital challenges. In J. P. Chamoux (Ed.), Digital era: Big data stakes (pp. 162-182). New York: Wiley.

[4] Sehat Negeriku. (2022, September 9). Fasyankes wajib terapkan rekam medis elektronik. Sehat Negeriku. Retrieved from https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20220909/0841042/fasyankes-wajib-terapkan-rekam-medis-elektronik/

[5] Eloksari, E. (2022, February 10). Health Ministry to develop national electronic health record system. The Jakarta Post. Retrieved from https://www.thejakartapost.com/business/2022/02/10/health-ministry-to-develop-national-electronic-health-record-system.html

[6] Kamadjeu, R. M., Tapang, E. M., & Moluh, R. N. (2005). Designing and implementing an electronic health record system in primary care practice in sub-Saharan Africa: A case study from Cameroon. Informatics in primary care, 13(3), 179-186. doi: 10.14236/jhi.v13i3.59513. 179-186. 

[7] Mahendrata, Y., Andayani, N. L., Hasri, E. T., Arifi, M. D., Siahaan, R. G., Solikha, D. A., & Ali, P. B. (2021). The capacity of the Indonesian healthcare system to respond to COVID-19. Strengthening Health System and Community Responses to Confront COVID-19 Pandemic in Resource-Scare Settings. https://doi.org/10.3389/fpubh.2021.649819

[8] Nurrizka, R. H., & Setiawati, M. E. (2019). Evaluasi pelaksanaan sistem rujukan berjenjang dalam program jaminan kesehatan nasional. Jurnal Kebijakan Nasional Kesehatan Indonesia, 8(1), 35-40. doi: 10.22146/jkki.43843 

[9] Williams, T., & Samarth, A. (2010). Electronic health records for dummies. New York: Wiley.

[10] Mohammed-Rajput, N. A., Smith, D. C., Mamlin, B., Biondich, P., Doebbeling, B. N., & Open MRS Collaborative Investigators. (2011). OpenMRS, a global medical records system collaborative: factors influencing successful implementation. AMIA Annual Symposium proceedings. AMIA Symposium, 2011, 960-968. Proceedings received from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3243141/

[11] Tierney, W. M., Rotich, J. K., Smith, F. E., Bii, J., Einterz, R. M., & Hannan, T. J. (2002). Crossing the "digital divide:" implementing an electronic medical record system in a rural Kenyan health center to support clinical care and research. Proceedings. AMIA Symposium, 792-795. Proceedings retrieved from https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/12463933/

[12] Saragih, C., Nafa Sari, C., Nurtjahyo Moch, B., & Muslim, E. (2020). Adoption of electronic medical record in hospitals in Indonesia based on technology readiness and acceptance model. In ICIBE 2020 - 2020 6th International Conference on Industrial and Business Engineering (pp. 79-85). doi: 10.1145/3429551.3429565 

[13] CNN Indonesia. (2021, September 5). Pakar kritisi kebocoran data sertifikat vaksin PeduliLindungi. CNN Indonesia. Retrieved from https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20210905085011-185-689866/pakar-kritisi-kebocoran-data-sertifikat-vaksin-pedulilindungi

[14] Peters, J. (2020, December 3). Leak left 243 million Brazilians' medical records and personal info ripe for the picking. The Verge. Retrieved from https://www.theverge.com/2020/12/3/22150973/brazilian-ministry-of-health-leak-medical-records-personal-information

KesehatanRekam Kesehatan ElektronikEfisiensi Telemidisin

Bagikan artikel ini:

← Kembali ke semua artikel

Artikel Terbaru