Dunia pelayanan kesehatan tengah mengalami transformasi digital. Salah satunya yaitu penerapan Electronic Health Record atau dikenal dengan Rekam Kesehatan Elektronik (RKE). RKE adalah kumpulan catatan medis elektronik yang berasal dari Rekam Medis Elektronik (RME) milik setiap organisasi kesehatan yang dinaungi RKE.
Sementara, RME merupakan catatan medis elektronik milik individu (e.g. riwayat penyakit dan keluhan, jenis perawatan maupun pengobatan yang sudah dan sedang diambil, dan hasil laboratorium) yang dibuat, dikumpulkan, dikelola, dan dikonsultasikan oleh dokter maupun petugas pelayanan kesehatan berotoritas dalam satu organisasi kesehatan tertentu (e.g. rumah sakit, klinik, dan Puskesmas).[1]
Dikarenakan memiliki kemampuan untuk mengintegrasikan data dari berbagai organisasi kesehatan, RKE memungkinkan seorang individu terdaftar untuk memiliki catatan kesehatan seumur hidup. Keberlanjutannya tidak akan terganggu meskipun individu terkait sudah lama tidak menerima pelayanan kesehatan ataupun menerima pelayanan kesehatan dari banyak tempat. Agar rekaman kesehatan longitudinal dari RKE ini dapat terwujud, setiap RME yang dimiliki organisasi kesehatan wajib memenuhi aspek interoperabilitas. Aspek interoperabilitas merupakan kemampuan organisasi kesehatan untuk melakukan pertukaran data elektronik kesehatan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Keberadaan aspek interoperabilitas menjadikan RKE mampu memfasilitasi sistem kesehatan di Indonesia yang menggunakan sistem rujukan. RKE menjadikan sistem rujukan lebih efisien dan efektif dalam melakukan komunikasi intensif di antara fasilitas kesehatan—mengingat sistem kesehatan Indonesia yang masih mengandalkan kertas [2], hal ini menyebabkan birokrasi pelayanan kesehatan cenderung memakan banyak waktu agar dapat menghasilkan luaran (output).[3]
Oleh karena itu, pemerintah Indonesia menyadari manfaat penggunaan RKE dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 tahun 2022 pada 9 September 2022 lalu. Peraturan ini mewajibkan seluruh fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) di Indonesia untuk memiliki RME, dengan pemberian tenggat waktu transisi bagi setiap fasyankes sampai dengan tanggal 31 Desember 2023.[4] Kewajiban ini merupakan langkah awal bagi pemerintah untuk memiliki RKE skala nasional yang akan diberi nama SATUSEHAT.[5]
Agar SATUSEHAT dapat beroperasi secara efektif dan efisien, terdapat tiga aspek RKE yang harus dipastikan berada dalam kualitas terbaik, yaitu sumber daya manusia (SDM), aksesibilitas, dan keamanan. Tiga aspek ini merupakan hasil rangkuman atas studi-studi yang menyebutkan beberapa tantangan dari penerapan RKE di negara-negara berkembang yang sudah terlebih dahulu menerapkan RKE selain Indonesia. Bagian berikutnya akan mengelaborasi lebih detail dari ketiga aspek tersebut.