Pemerintahan | Kepentingan Publik

Urgensi Superapp untuk Mengatasi Ego Sektoral Kementerian/Lembaga

Nabil Fiady / Amelinda Pandu 11 Sep 2022. 7 min.

Baru-baru ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengeluhkan banyaknya aplikasi yang digunakan Kementerian/Lembaga (K/L). Terdapat lebih dari 24.400 aplikasi yang tersebar di satuan kerja pemerintahan dan setiap K/L memiliki databasenya sendiri-sendiri. Lebih parahnya lagi, hanya 3% aplikasi yang memiliki standar global atau yang memanfaatkan cloud, selebihnya tergolong ethernet dan bekerja masing-masing. Akibatnya, aplikasi yang ditujukan untuk operasional dan administrasi pemerintahan justru menciptakan ketidakefisienan hingga pemborosan anggaran. Selain itu, banyaknya aplikasi juga rentan terhadap serangan siber dan pencurian data pribadi, sebagaimana kasus bocornya data e-HAC Kemenkes pada tahun lalu dimana sistem tersebut sudah tidak digunakan namun tidak segera di-takedown.[1]

Untuk mengatasi persoalan tersebut, Kemkominfo mencanangkan pembentukan superapp sebagai layanan publik terpadu yang dimuat dalam satu aplikasi. Hadirnya superapp bertujuan untuk memudahkan komunikasi lintas K/L yang terintegrasi dalam satu sistem dan mencegah adanya duplikasi aplikasi sejenis dari berbagai K/L.[2] Jika superapp berhasil dikembangkan maka satu per satu aplikasi milik Pemerintah akan dihapuskan dan secara tidak langsung akan memangkas biaya yang telah dikeluarkan, bahkan hingga puluhan triliun.

Namun perlu diingat jika Pemerintah ingin mewujudkan superapp yang adaptif maka mereka harus memastikan bahwa keamanan siber berjalan optimal, baik dari segi sistem, jaringan, maupun aplikasi. Di sisi lain, superapp juga memerlukan pusat data nasional yang akan menjadi server utama guna mengolah seluruh data yang masuk, terutama data kependudukan. Pembangunan pusat data pun harus berbasiskan tiga hal, yakni: ketersediaan kapasitas listrik yang memadai, koneksi fiber optik, dan cooling water system.[3]

Pentingnya Superapp dalam Mengatasi Ego Sektoral

Pemaparan di atas menandakan bahwa elemen pemerintahan di Indonesia masih terjebak dalam lingkaran ego sektoral. Hal tersebut turut diperparah dengan buruknya pola kepemimpinan, dimana perubahan komposisi pejabat negara bisa menyebabkan pergantian aplikasi yang telah diciptakan sehingga semakin sulit untuk menyelaraskan data masing-masing K/L. Perlu diingat kalau saat ini masyarakat tidak peduli dengan banyaknya aplikasi, mereka menginginkan satu superapp yang terintegrasi pada satu sistem yang sama. 

Pengembangan superapp diharapkan dapat menjadi katalis bagi Pemerintah untuk mengintegrasikan layanan publik sehingga dapat mengurangi ego sektoral tiap K/L dan yang terpenting adalah untuk memudahkan masyarakat. Tidak hanya itu, Presiden juga dapat membentuk badan yang berfungsi sebagai software factory/house-nya Pemerintah. Badan ini bertugas untuk menyediakan perangkat lunak (software) yang bisa digunakan seluruh instansi, mulai dari pemerintahan level daerah hingga pusat.[4] Karenanya  transformasi digital akan dianggap berhasil apabila pemerintah berhasil membuat siklus masyarakat Indonesia bisa diakses dari satu titik yang mudah dan bisa menyederhanakan kompleksitas menjadi suatu integrasi yang kolaboratif. 

Kemkominfo mencanangkan pembentukan superapp sebagai layanan publik terpadu yang dimuat dalam satu aplikasi dan memudahkan komunikasi lintas K/L yang terintegrasi dalam satu sistem dan mencegah adanya duplikasi aplikasi sejenis dari berbagai K/L.

Belajar dari Singpass 

Salah satu negara yang berhasil mengembangkan superapp secara maksimal adalah Singapura. Saat ini, penduduk Singapura tidak perlu repot-repot mengunduh banyak aplikasi untuk mengakses layanan publik. Mereka hanya perlu memiliki Singpass sebagai identitas digital untuk dengan mudah dan aman mengakses lebih dari dua ribu layanan pemerintah dan sektor swasta. Pada tahun 2020, Singpass merupakan salah satu aplikasi yang paling banyak diunduh di Singapura dan penggunanya telah meningkat tiga kali lipat hingga sekarang dan 90% dari mereka setidaknya menggunakan aplikasi sebulan sekali.

Karenanya terdapat beberapa faktor mengapa Singpass dianggap sebagai salah satu superapp terbaik, yaitu: Pertama, penduduk Singapura dapat menggunakan Singpass untuk mengakses banyak layanan sehari-hari lintas sektor dan mendigitalkan transaksi sehingga bisa diakses dari jarak jauh. Kedua, kemudahan verifikasi identitas tanpa memerlukan dokumen fisik apapun. Pengguna juga tidak perlu mengingat kata sandi yang panjang atau menunggu OTP, mereka dapat masuk ke aplikasi dengan pemindaian sidik jari, penggunaan wajah, atau kode sandi 6 digit. Ketiga, Singpass terjaminnya keamanan siber dengan penggunaan teknologi kriptografi yang memberikan jaminan keaslian dan integritas yang lebih tinggi serta memfasilitasi non-reputability dalam transaksi digital. Keempat, pengguna akan menerima pemberitahuan/notifikasi apabila urusan atau transaksi mereka lanjut ke tahapan berikutnya.[5]

Perlu untuk diketahui bahwa Singpass merupakan bagian dari Government Technology Agency (GovTech) yang berhasil mengintegrasikan kebijakan, operasi, dan teknologi menjadi suatu wadah yang mencakup semuanya. Keberhasilan Singpass dinilai sebagai layanan publik terintegrasi yang paling berkembang di dunia dan mampu menghemat anggaran negara sebesar $14,5 juta setiap tahunnya.[6]

Komitmen dan kegigihan Pemerintah Singapura untuk mengubah visi-misi smart nation menjadi kenyataan menjadi faktor penting dalam mengembangkan layanan publik terpadu. Oleh sebab itu, terdapat beberapa pelajaran yang dapat diadopsi dan diadaptasi Pemerintah Indonesia dari pengalaman Singapura, yakni:

  • Pertama, Pemerintah harus secara holistik dan koheren mengartikulasikan visi e-government menjadi suatu roadmap yang memuat integrasi sistem layanan publik. Pada saat yang sama, K/L yang ditunjuk sebagai penanggungjawab e-government harus memastikan bahwa implementasinya berjalan secara efektif-efisien, terutama perihal anggaran.
  • Kedua, Pemerintah harus memastikan layanan publik berbentuk superapp harus dapat diakses setiap warga negara, hal ini harus diikuti dengan pemerataan literasi digital dan infrastruktur internet.
  • Ketiga, Pemerintah membutuhkan political will agar pengembangan superapp berjalan maksimal dan berkelanjutan, jangan sampai pergantian pimpinan/pejabat tinggi negara mengubah lagi konsepsi yang sudah terlaksana.
  • Keempat, Pemerintah harus memastikan bahwa etos birokrasi bersifat kolaboratif maupun kolektif antar lembaga, bukan persaingan yang pada akhirnya berdampak pada ego sektoral. 

Referensi

[1] Said, A. A. (2022, July 11). Sri Mulyani Keluhkan 24 Ribu Aplikasi Pemerintah: Banyak dan Boros. katadata.co.id. https://katadata.co.id/agustiyanti/finansial/62cc0215de92a/sri-mulyani-keluhkan-24-ribu-aplikasi-pemerintah-banyak-dan-boros 

[2] Setyowati, D. (2022, July 11). Kominfo Siapkan SuperApp, Negara Diklaim Bisa Hemat Puluhan Triliun. katadata.co.id. https://katadata.co.id/desysetyowati/digital/62cbf003e2c43/kominfo-siapkan-superapp-negara-diklaim-bisa-hemat-puluhan-triliun 

[3] Priatmojo, D. (2022, July 17). Puluhan Ribu Aplikasi Pemerintah Nganggur, Pakar: Rawan Dihack. viva.co.id. https://www.viva.co.id/berita/nasional/1498479-puluhan-ribu-aplikasi-pemerintah-nganggur-pakar-rawan-dihack?page=all 

[4] Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia. (2022). Mensesneg Instruksikan Transformasi Digital Harus Terintegrasi dan Koheren. setneg.go.id. https://www.setneg.go.id/baca/index/mensesneg_instruksikan_transformasi_digital_harus_terintegrasi_dan_koheren

[5] Salim, Z. (2022). More Than Just A ‘Check-In App’: 5 Singpass Features You Probably Didn’t Know About. vulcanpost.com. https://vulcanpost.com/736872/singpass-app-features-you-probably-didnt-know/

[6] Ke, W., & Wei, K. K. (2004). Successful E-Government in Singapore. Communication of the ACM, 47(E-Government), 95-99. 10.1145/990680.990687

Artificial IntelligenceSuperAppEgo SektoralKementerianPemerintahPublik

Bagikan artikel ini:

← Kembali ke semua artikel

Artikel Terbaru