Pemerintahan | Keamanan dan Pertahanan

Diskon Kacamata Ray Ban 90%!: Kejahatan Siber dalam Media Sosial

Mukti Tama P. / Amelinda Pandu 29 Jun 2022. 4 min.

Transformasi digital tidak serta-merta mengubah kodrat manusia sebagai makhluk sosial. Bagaimanapun, keberadaannya sudah memberikan manusia sebuah cara baru dalam berkomunikasi. Kemampuan media sosial dalam menghubungkan penggunanya ke jutaan pengguna lain dan keragaman fitur-fitur interaksinya merupakan contoh kebaruannya. Inovasi media sosial tersebut akhirnya turut mengundang para pelaku kriminal untuk memanfaatkannya.  Contohnya dapat dilihat pada kasus Diskon Kacamata Ray Ban.

Pada tahun 2021 silam, ribuan akun-akun palsu membuat cuitan di twitter berisi tawaran diskon sebesar 90% untuk pembelian kaca mata Ray Ban yang cara memperolehnya cukup dengan membuka tautan terlampir di cuitan-cuitan tersebut. Alih-alih potongan harga, para pengguna twitter yang membuka tautan tersebut justru mendapatkan malware.[1] Malware sendiri adalah perangkat lunak yang ketika terpasang dalam suatu gawai dapat mengganggu jalannya gawai tersebut dan kemudian ia akan mengambil data-data pribadi pengguna yang tersimpan di dalamnya.

Dampak yang dirasakan korban kejahatan siber hampir meliputi seluruh aspek kehidupannya. McAfee menaksir bahwa pada tahun 2021 saja total kerugian yang dialami korban kejahatan kriminal di seluruh dunia mencapai $945 miliar atau sekitar 1% dari  produk domestik bruto global. Jumlah tersebut jauh lebih besar apabila dibanding dengan tahun 2018 yang mencapai $600 miliar. Perpindahan aktivitas yang menjadi serba digital selama pandemi merupakan salah satu faktor penyebab peningkatan tersebut.[2]

Selain kerugian finansial, korban kejahatan siber juga mengalami gangguan mental seperti depresi, kecemasan, rasa malu yang luar biasa, rasa berdosa, dan trauma masa lalu yang kembali muncul.[3]  Bahkan, kejahatan siber juga mampu mengancam jutaan nyawa seperti yang terjadi di Irlandia pada Desember 2021 silam. Layanan kesehatan digital Irlandia sempat diserang malware yang mengakibatkan sistem pelayanan kesehatan negara tersebut berjalan setengah lumpuh selama empat bulan.[4]

Kejahatan Siber di Media Sosial

Salah satu bentuk kejahatan siber yang paling sering terjadi di media sosial adalah penyebaran malware. Terdapat enam saluran yang digunakan malware untuk masuk ke dalam gawai pengguna media sosial yaitu melalui iklan yang sudah terinfeksi, plugin dan aplikasi tambahan media sosial (e.g. gim Facebook dan tes kepribadian), notifikasi post yang menandai akun target, unduhan otomatis melalui situs-situs yang tautannya berasal dari media sosial, tautan foto dan video lucu, dan phising–pelaku kriminal akan menyamar menjadi akun resmi tertentu (e.g. bank) dan meminta calon korban untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang berujung kepada pencurian data pribadi korban.

Data-data pribadi tersebut digunakan mulai dari untuk menyengsarakan korban secara personal maupun, yang paling sering, untuk diperjualbelikan.[5]

Selain pencurian data pribadi melalui infeksi malware, media sosial juga menjadi sarana untuk kejahatan tradisional. Beberapa di antaranya adalah pencucian uang, jual-beli narkoba, penipuan–yang paling sering adalah penipuan berkedok asmara (romance scam), dan kejahatan kebencian. Di kasus pencucian uang, media sosial sering digunakan untuk merekrut orang-orang yang bersedia untuk menjadi pemilik mule account–akun bank yang digunakan untuk menerima dan mengedarkan uang hasil tindak kriminal.[6]

Kejahatan siber merugikan banyak aspek bagi korban, mulai dari kerugian finansial hingga gangguan mental. Bahkan, kejahatan siber juga mampu mengancam jutaan nyawa seperti yang terjadi di Irlandia pada Desember 2021 silam.

Upaya Pencegahan

Bagi pengguna media sosial, pencegahan kejahatan siber dapat dilakukan dengan memutakhirkan sistem operasi gawai, memasang anti-virus dengan versi paling mutakhir, tidak membuka tautan maupun berkas dari akun-akun yang tidak dikenal, menggunakan kata sandi yang berbeda untuk setiap akun, serta tidak memberikan informasi kepada pihak yang tidak dikenal atau bukan berasal dari lembaga terpercaya.[7]

Tidak hanya pengguna personal yang perlu memperhatikan perlindungan terhadap kejahatan siber. Bagi perusahaan yang mengizinkan pekerjanya bekerja dengan gawai pribadi, misalnya, dapat menggunakan aplikasi Mobile Content Management (MCM) untuk aktivitas gawai yang berkaitan dengan kantor.[8]

Pemerintah juga perlu memperkuat kerangka regulasi dalam menindak kejahatan siber melalui media sosial dan secara aktif melakukan kampanye mengenai penggunaan media sosial secara aman agar upaya-upaya perlindungan yang telah dilakukan oleh masyarakat menjadi efektif. 

Referensi

[1] Trend Micro. (2021, June 3). [Scam Alert] Ray-Ban Anniversary Sale Scam. Trend Micro News. Retrieved June 24, 2022, from https://news.trendmicro.com/2021/06/03/scam-alert-ray-ban-anniversary-sale-scam/

[2] Smith, Z. & Lostri, E. (2021). The Hidden Cost of Cybercrime. California: McAfee

[3] Monteith, S., Bauer, M., Alda, M., Geddes, J., Whybrow, P. C., & Glenn, T. (2021). Increasing Cyber Crime Since the Pandemic: Concerns for Psychiatry. Current psychiatry reports, 23(4), 18. https://doi.org/10.1007/s11920-021-01228-w

[4] Correra, G. (2021, December 10). Irish health cyber-attack could have been even worse, report says. BBC. Retrieved June 24, 2022, from https://www.bbc.com/news/technology-59612917

[5] Bromium. (2019). SOCIAL MEDIA PLATFORMS AND THE CYBERCRIME ECONOMY. California: Bromium, Inc.

[6] Bromium. (2019). SOCIAL MEDIA PLATFORMS AND THE CYBERCRIME ECONOMY. California: Bromium, Inc.

[7] Kaspersky. (n.d.). What is cybercrime? Types and how to protect yourself. Kaspersky. Retrieved June 24, 2022, from https://www.kaspersky.com/resource-center/threats/what-is-cybercrime

[8] Romer, H. (2014). Best practices for BYOD security. Computer Fraud & Security, 2014(1), 13–15. doi:10.1016/s1361-3723(14)70007-7

Media SosialMalwarePhisingCyber AttackAncaman Siber

Bagikan artikel ini:

← Kembali ke semua artikel

Artikel Terbaru