Laporan Australia-Indonesia Disability Research and Advocacy Network (2021) [1], menunjukkan bahwa mahasiswa difabel di Indonesia memiliki akses pendidikan yang kurang memadai di era transformasi digital dan pandemi. Salah satunya karena institusi pendidikan belum sepenuhnya siap menyediakan teknologi yang dapat diakses kelompok difabel, untuk mengikuti blended learning atau remote learning. Hal ini menjadi ironi dalam kemajuan teknologi yang ternyata belum dapat diakses seluruh lapisan masyarakat.
EdTech dan Penerapannya bagi Difabel
Ketimpangan akses pendidikan bagi kelompok difabel juga masih ditemukan di Indonesia. Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2018 mengindikasikan bahwa, di Indonesia, hampir 3 dari 10 anak dengan disabilitas tidak pernah mengenyam pendidikan.[2]
Dalam Statistik Pendidikan 2018, persentase penduduk usia 5 tahun ke atas penyandang disabilitas yang masih sekolah hanya 5,48 persen, penyandang disabilitas yang belum atau tidak pernah bersekolah sama sekali mencapai 23,91 persen, sementara penyandang disabilitas yang tidak bersekolah lagi sebesar 70,62 persen.[3] Kondisi ini seharusnya dapat diminimalisir dengan pendidikan yang inklusif, seperti melalui kombinasi teknologi-pendidikan atau EdTech.[4]
EdTech memanfaatkan media digital dengan integrasi fitur teknologi bantu (assistive technology) pada perangkat smartphone dan tablet. Seperti materi pelajaran dengan teks dan audio bagi difabel tuli dan netra, aplikasi speech-to-text untuk berkomunikasi, atau interactive-story books untuk mengakses konten pembelajaran. Edtech memudahkan siswa difabel berkomunikasi, mengakses kurikulum sekolah, atau meningkatkan kesempatan pengembangan diri.[5]
Keberhasilan Bangladesh mempersempit kesenjangan dapat menjadi contoh menarik, melalui inisiatif DAISY-(Digital Information System) dan ARM (Accessible Reading Materials), yang mengubah semua buku teks menjadi format multimedia dan dapat diubah menjadi buku teks-audio serta Braille yang mudah diakses.[6]
Di Brasil juga terdapat aplikasi seluler HandTalk bagi tunarungu yang menerjemahkan suara dan teks secara otomatis dari bahasa Portugis ke LIBRAS (bahasa isyarat Brasil), aplikasi ini juga memuat kamus LIBRAS untuk kosakata akademik yang berhasil membantu siswa tunarungu selama proses sekolah.[7]
Terdapat pula eKitabu di Kenya, yang mendistribusikan konten digital melalui Orbit reader dan berhasil membantu pelajar tunanetra membaca, serta Studio KSL (Bahasa Isyarat Kenya) yang berhasil membantu komunitas tunarungu mengakses video instruksional bahasa isyarat dan buku cerita visual.[8]