Dunia bisnis selama beberapa tahun ke belakang ditandai dengan maraknya penerapan Bring Your Own Device (BYOD) yakni kebijakan perusahaan yang mengizinkan atau bahkan mengharuskan pekerjanya menggunakan gawai pribadi untuk urusan pekerjaan. Pada tahun 2021 saja, tercatat 87% perusahaan sudah menerapkan BYOD. Kerja jarak jauh yang semakin banyak dilakukan selama pandemi berkontribusi terhadap peledakan jumlah tersebut.[1]
Gawai-gawai yang digunakan dalam BYOD pun beragam: mulai dari komputer, laptop, tablet, sampai dengan telepon pintar. Komunikasi sederhana melalui surat elektronik, melakukan presentasi, dan melakukan panggilan suara merupakan beberapa contoh dari pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan pekerja dengan gawai pribadi mereka.[2] Bagi divisi teknologi-informasi (TI) perusahaan, tren BYOD ini memberikan tantangan baru bagi mereka, mereka harus memberikan fleksibilitas jaringan tanpa harus mengorbankan keamanannya. Sayangnya, 72% perusahaan tidak memiliki perencanaan keamanan yang baik dalam mengatasi risiko keamanan yang diakibatkan BYOD.[3]
Dibalik Maraknya BYOD
Di sisi pemberi kerja, BYOD menjadi suatu kebijakan yang menarik karena mampu menurunkan biaya operasional. Dengan membolehkan atau mengharuskan pekerjanya membawa gawai sendiri, pemberi kerja kini tidak perlu lagi mengeluarkan uang untuk memfasilitasi pekerjanya dengan gawai maupun jaringan.
Selain itu, Pekerja-pekerja tersebut pasti akan selalu memastikan bahwa gawai yang mereka gunakan adalah yang terbaru beserta perangkat lunak pendukungnya sehingga tidak perlu lagi ada anggaran pemutakhiran. Terakhir, BYOD mampu berkontribusi terhadap peningkatan produktivitas pekerja. Produktivitas ini ada karena mereka mampu bekerja dengan gawainya sendiri tanpa harus ada batasan dalam gawai maupun perangkat lunaknya sehingga mereka bisa lebih bahagia.[4]