Pemerintahan | Kepentingan Publik

Mempersempit Jurang Kesenjangan Digital di Wilayah 3T

Nabil Fiady / Amelinda Pandu 27 Agu 2022. 5 min.

Kesenjangan digital masih menjadi tantangan yang dihadapi Indonesia dalam akselerasi transformasi digital. Pasalnya, konektivitas jaringan internet yang digadang-gadang sebagai tulang punggung transformasi digital saja masih belum merata persebarannya, khususnya di wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T). Paket kebijakan Pemerintah untuk mempercepat penetrasi internet pun belum mampu mengurangi kesenjangan digital. Alhasil, wilayah-wilayah di pelosok atau pedalaman banyak yang belum tersentuh akses internet sehingga mengakibatkan jurang kesenjangan digital semakin lebar dan menghambat kesempatan masyarakat untuk mengakses maupun menggunakan TIK.

Saat ini saja, terdapat 83.458 desa di wilayah 3T yang belum tersentuh akses internet 4G. Hal tersebut diperparah dengan laporan Ombudsman RI yang mengungkap sejumlah masalah dari implementasi penyediaan akses internet di wilayah 3T, seperti: kurangnya koordinasi Kemkominfo dengan pemerintah setempat, keluhan lemahnya jaringan, ketidaksesuaian hasil skoring dan verifikasi, serta kurangnya kompetensi PIC di lapangan.[1]

Pada titik ini, tentu kita tidak menginginkan penggunaan internet yang bersifat elitis dan bertolak belakang dengan filosofi dasarnya yang mengutamakan kesetaraan digital. Karenanya, penting bagi Pemerintah maupun elemen masyarakat sipil untuk mempersempit jurang kesenjangan digital di Indonesia sehingga masyarakat dapat memperoleh informasi dan pengetahuan secara adil dan merata.

Strategi Malaysia Memerangi Kesenjangan Digital

Perlu kita ketahui bahwa tingkat penetrasi Internet di Indonesia masih kalah jauh dengan negara ASEAN lainnya, salah satunya adalah Malaysia. Pada tahun 2022, angka penetrasi internet Indonesia masih sebesar 64%, sedangkan Malaysia adalah 83%.[2] Dalam hal ini, Malaysia berupaya keras meningkatkan konektivitas internet di daerah pinggiran dan pedesaan dengan pemberlakuan program Suburban Broadband (SUBB) dan Rural Broadband (RBB).

Kedua program tersebut masuk ke dalam National Fiberisation and Connectivity Plan (NFCP) 2019-2023 yang dirumuskan Pemerintah Malaysia sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan cakupan broadband, mengurangi harga broadband, serta menyediakan akses internet di semua spektrum masyarakat.[3] Harapannya kebijakan NFCP dapat mendukung agenda ekonomi digital yang memungkinkan semua penduduk Malaysia bisa memanfaatkan peluang yang ditawarkan oleh teknologi dan inovasi terbaru.

Upaya yang dilakukan Pemerintah Malaysia membuahkan hasil yang memuaskan dimana saat ini terdapat sekitar 639.000 koneksi yang sudah tersedia, dengan lebih dari 34.000 koneksi on-the-way yang membawa konektivitas broadband ke daerah-daerah terpencil, seperti di Sabah dan Sarawak.

Tidak berhenti sampai disitu, Komisi Komunikasi dan Multimedia Malaysia juga akan terus meningkatkan jangkauan dan kualitas internet di daerah pinggiran dan pedesaan, dengan salah satu targetnya adalah 20% wilayah pinggiran kota dan pedesaan memiliki kecepatan internet hingga 500 Mbps pada tahun ini.[4] Artinya NFCP mampu menjembatani kesenjangan digital antara daerah pinggiran/pedesaan dengan daerah perkotaan sehingga memberikan kesempatan yang lebih setara bagi masyarakat untuk mengakses teknologi.

Malaysia berupaya keras meningkatkan konektivitas internet di daerah pinggiran dan pedesaan dengan pemberlakuan program Suburban Broadband (SUBB) dan Rural Broadband (RBB). Kedua program tersebut masuk ke dalam National Fiberisation and Connectivity Plan (NFCP) 2019-2023 yang dirumuskan Pemerintah Malaysia sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan cakupan broadband, mengurangi harga broadband, serta menyediakan akses internet di semua spektrum masyarakat.

Apa yang Bisa Dilakukan Pemerintah Indonesia?

Berdasarkan pemaparan diatas dapat disadari bahwa Indonesia bisa mengadopsi dan mengadaptasi apa yang dilakukan Pemerintah Malaysia untuk meningkatkan konektivitas di daerah pinggiran dan pedesaan. Salah satunya adalah dengan meningkatkan infrastruktur digital di Wilayah 3T, yakni melalui optimalisasi program Bakti Kominfo seperti akselerasi proyek Jaringan Palapa Ring Integrasi dan pembangunan BTS untuk mewujudkan kemerdekaan internet di Indonesia.

Akan tetapi perlu diingat bahwa mengatasi kesenjangan digital tidak cukup hanya dengan bentuk fisik dari infrastruktur digital saja, melainkan juga tentang bagaimana teknologi bisa menjadi peningkatan kapasitas masyarakat secara inklusif dan humanis, yaitu melalui penguatan literasi/kecakapan digital. Harapannya, ketika masyarakat memiliki kecakapan penggunaan teknologi maka mereka akan mendapat keuntungan kapital darinya.

Referensi

[1] Yati, R. (2022, July 20). Ombudsman Beberkan Masalah Akses Internet Wilayah 3T, Apa Saja? bisnis.com. https://teknologi.bisnis.com/read/20220720/101/1557118/ombudsman-beberkan-masalah-akses-internet-wilayah-3t-apa-saja

[2] Sulistiyono, S. T. (2022, February 22). Penetrasi Internet Indonesia Masih Jauh Dibawah Malaysia. https://www.tribunnews.com/techno/2022/02/22/penetrasi-internet-indonesia-masih-jauh-di-bawah-malaysia-hingga-vietnam

[3]  Malaysia Government. (n.d.). The National Fiberisation and Connectivity Plan (NFCP) 2019-2023. malaysia.gov.my. https://www.malaysia.gov.my/portal/content/30736 

[4] Hakim, A. (2020, August 5). Government Working To Improve Internet In The Suburbs & Rural Areas Of Malaysia. therakyatpost.com. https://www.therakyatpost.com/news/malaysia/2020/08/05/government-working-to-improve-internet-in-the-suburbs-rural-areas-of-malaysia/

Kesenjangan Digital3TKonektivitas

Bagikan artikel ini:

← Kembali ke semua artikel

Artikel Terbaru