Data Kementerian Koperasi dan UMKM melaporkan bahwa Indonesia memiliki 64 juta unit UMKM pada Desember 2021 dan aktivitas ekonomi mereka berkontribusi terhadap 64% Produk Domestik Bruto (PDB). Namun, UMKM Indonesia masih menghadapi kesulitan dalam memenuhi kebutuhan modal usaha mereka dan ditengarai menjadi salah satu persoalan utama untuk naik kelas.
Terdapat 18 juta UMKM yang belum memiliki akses ke pembiayaan formal dan sekitar 46 juta dari total UMKM masih membutuhkan pembiayaan tambahan untuk modal kerja atau investasi usaha.[1] Kebutuhan kredit UMKM tersebut diperkirakan sekitar Rp 2.300 triliun pada 2021.[2] Kesenjangan ini memberikan prospek yang luas bagi perusahaan pembiayaan digital untuk memenuhi kebutuhan yang belum terpenuhi.
Peer-to-peer (P2P) lending menawarkan solusi bagi individu maupun unit usaha yang belum terlayani oleh perbankan dan lembaga keuangan tradisional, dengan mengumpulkan pinjaman langsung dari individu atau lembaga lain sebelum didistribusikan kepada peminjam. Dibandingkan pinjaman perbankan, proses pengajuan pinjaman di p2p lending cenderung lebih sederhana dan cepat.
P2P Lending sebagai Alternatif Pembiayaan UMKM
Secara umum, perusahaan p2p lending mensyaratkan calon debitur membuka akun di aplikasi p2p lending, kemudian mengisi formulir pengajuan dan mengunggah kelengkapan dokumen seperti identitas pribadi, NPWP pribadi atau perusahaan, data legalitas perusahaan, dokumen kepemilikan rekening yang telah berjalan minimal tiga bulan atau dokumen lainnya. Bahkan, sebagian besar perusahaan tidak mensyaratkan agunan.
Dengan persyaratan sederhana tersebut, debitur sudah bisa meminjam sejumlah dana yang dibutuhkan mulai dari Rp 100 ribu hingga Rp 500 juta. Selain itu, proses verifikasi dan pencairan pinjaman juga tidak membutuhkan waktu lama. Proses survei, analisis dan penentuan suku bunga hanya dilakukan maksimal dalam lima hari kerja. Bahkan, juga ada P2P lending yang menjanjikan pencairan dalam waktu 2x24 jam.[3] Suku bunga yang ditawarkan bervariasi, namun Peraturan OJK no.10 tahun 2022 mengatur bahwa batas maksimum bunga harian P2P lending adalah 0,3-0,46%.[4]
Faktanya, perusahaan p2p lending mengalami pertumbuhan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Meski jumlah P2P lending mengalami penurunan menjadi 103 pada Januari 2022 dari 160 perusahaan pada Desember 2020 disebabkan ketidakmampuan perusahaan bertahan di tengah persaingan ketat.
Total penyaluran pinjaman tumbuh 47% year on year (yoy) pada Januari 2022 dan 61,21% dari pinjaman tersebut disalurkan ke sektor produktif. Nilai outstanding pinjaman[5] juga meningkat 93% (yoy), dari Rp 16,1 triliun pada Januari 2021 menjadi Rp 31,14 triliun (US$ 2,14 miliar) pada Januari 2022. Sekitar Rp 25,92 triliun atau 83,1% dari total outstanding pinjaman disalurkan kepada debitur perorangan, sedangkan sisanya disalurkan kepada debitur korporasi.[6] Hal ini menunjukkan semakin meluasnya pengguna jasa p2p lending.