Indonesia memiliki inisiatif untuk memperluas layanan Quick Response Code Indonesian Strandard (QRIS) yang menghubungkan pembayaran antar negara (cross border QR) melalui interkoneksi kode QR nasional dengan negara tetangga. Hal ini juga menandai pencapaian tonggak penting dalam inisiatif Konektivitas Pembayaran ASEAN, yang bertujuan untuk mempromosikan integrasi keuangan di kawasan ASEAN.
QR cross border berperan penting dalam meningkatkan efisiensi transaksi, mendukung digitalisasi perdagangan dan investasi, serta menjaga stabilitas makroekonomi dengan memperluas penggunaan penyelesaian transaksi menggunakan mata uang lokal (Local Currency Settlement/LCS). Bank Indonesia (BI), Bank Negara Malaysia, dan Bank of Thailand (BOT) telah melakukan uji coba QR cross border yang memungkinkan konsumen dan pedagang di negara tersebut dapat melakukan dan menerima pembayaran barang dan jasa melalui QR Code secara instan.[1]
Transformasi digital juga menjadi salah satu topik pembahasan utama di pertemuan Presidensi G20 2022 dengan tema Recover Together, Recover Stronger. Diharapkan tercipta kesetaraan dalam sistem pembayaran digital antarnegara dan bisa memulihkan ekonomi global yang sempat terpapar pandemi.
Kajian The Next Cashless Society berfokus pada penelitian tentang kebiasaan masyarakat, milenial dan non-milenial dalam menggunakan pembayaran nontunai. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 21% konsumen hanya menggunakan satu dompet digital, sedangkan 28% menggunakan dua dompet digital, dan 47% menggunakan tiga atau lebih dompet digital, dompet digital yang paling banyak digunakan adalah OVO dan Gopay.
Selain itu, ditemukan pula kebiasaan responden dalam menggunakan kartu non tunai, e-Money dan Flazz menjadi kartu yang paling sering digunakan untuk bertransaksi, 47% memiliki satu kartu, 30% memiliki dua kartu, dan 23% memiliki tiga kartu non tunai atau lebih.[2]